ALLAHmenyukai orang-orang yang bertobat dan taubat yang diperintahkan Allah agar dilakukan oleh hamba-Nya adalah taubat nasuha (taubat yang semurni-murninya). Firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” (QS. at-Tahrim: 8). Lalu apa makna taubat nasuha tersebut?
Pelakutaubat nasuha betul-betul menyesali dosa yang telah dilakukannya, tidak lagi ada keinginan untuk mengulangi apalagi berbuat lagi, serta menggantinya dengan amal perbuatan yang baik dalam bentuk ibadah kepada Allah dan amal kebaikan kepada sesama manusia. DALIL DASAR TAUBAT NASUHA – QS Al-Maidah : 39
MateriKultum 27: Taubat Nasuha di Malam Istimewa. Tulisan yang berjudul Taubat Nasuha di Malam Istimewa adalah seri ke-27 dari serial Materi Kultum Ramadhan yang ditulis oleh ustadz Muhammad Faishal Fadhli. Contoh Pembuka Ceramah. Apabila kita diberi kesempatan untuk melihat kerajaan langit; menyaksikan secara langsung bagaimana Allah membagi
Taubatnasuha adalah taubat yang mencapai puncak kesempurnaan (yang dilaksanakan semaksimal mungkin, pen.). Taubat ini (sejenis dengan) pekerjaan menjahit. Seakan-akan maksiat telah merobek (agama), dan taubatlah yang menambal (menjahit atau memperbaikinya) “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa
. Beberapa riwayat banyak menyebutkan bahwa kumpulan dosa yang mendapatkan ampunan dari Sang Maha Pengampun adalah dosa yang telah disesali dan ditobati dengan taubatan nasuhah tobat yang sungguh-sungguh, bukan tobat yang kaleng-kaleng. Dalam kitab al–Matsnawi karya Jalaludin Rumi disebutkan bahwa istilah taubatan nasuhah taubat nasuha diilhami dari kisah seorang pemuda yang bernama Nasuh. Berikut kisah masih muda Nasuh bekerja sebagai seorang pelayan di pemandian perempuan, sehingga Nasuh menyamarkan dirinya dengan pakaian perempuan agar identitas aslinya tidak terbongkar. Di pemandian tersebut, Nasuh biasa melakukan intrik yang sangat memalukan dan hina bagian ini tidak perlu diceritakan secara rinci, sebab pembaca jauh lebih pandai dalam berimajinasi terhadap para gadis yang datang ke buruk Nasuh terus belanjut dalam kurun waktu tertentu, hingga Nasuh tiba di suatu waktu yang membuka mata hatinya terhadap perbuatan dosa yang telah dilakukannya. Nasuh memutuskan untuk pergi bertemu orang yang suci dan meminta didoakan agar dosa-dosanya diampuni oleh Sang Pemilik Orang Suci tidak menyebut dosa-dosa Nasuh, kecuali hanya dengan sebuah doa “Semoga Pemilik Semesta menganugerahimu pertobatan atas dosa yang menyelimutimu”. Doa orang suci tersebut benar-benar dikabulkan oleh Sang Pemilik Semesta, sebab doa orang-orang yang disayangi oleh-Nya seperti kehendak Sang Pemilik Semesta ini sesuai dengan hadis qudsi riwayat dari Imam al-Bukhari yang berbunyi, “Hamba-Ku terus berusaha mendekat kepada-Ku lewat amal-amal sunnahnya hingga Aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya; Aku menjadi telinganya, matanya, lidahnya, kakinya, dan tangannya. Dengan-Ku ia mendengar, memandang, berbicara, berjalan, dan memegang”.Sepulang dari rumah orang suci, Nasuh kembali bekerja ke pemandian sebagai orang yang tidak bermain intrik memalukan seperti sebelumnya. Beberapa saat kemudian, terdengar kabar bahwa salah satu pengunjung pemandian telah kehilangan batu permata yang harganya sangat kabar tersebut, Raja memerintahkan petugas untuk melarang semua pengunjung dan pekerja yang berada di tempat kejadian perkara TKP keluar dari area pemandian dan juga memerintahkan untuk melucuti dan menggeledah semua pengunjung dan para petugas kerajaan mulai melaksanakan tugasnya, Nasuh diliputi ketakutan dan kecemasan; sebab jika jenis kelamin dan penyamarannya terbongkar, maka hukuman mati akan menjadi hadiah yang paling mengerikan bagi Nasuh. Ketika giliran Nasuh dilucuti dan digeledah akan tiba, dalam ketakutan Nasuh berdoa kepada Sang Pemilik Semesta agar diberikan keselamatan. Nasuh berdoa hingga terjatuh pingsan dan tak sadarkan diri karena rasa takut yang menjalari seluruh Nasuh perlahan mulai sadar dan bangun, Nasuh telah kehilangan sifat alamiahnya dan berubah menjadi makhluk yang benar-benar baru. Setelah benar-benar sadar, Nasuh mengetahui bahwa permata yang hilang telah ditemukan. Petugas-petugas yang telah mencurigainya berbondong-bondong meminta maaf hari kemudian, sang putri raja mengirim utusan kepada Nasuh yang telah berubah untuk mengeramasi rambutnya. Nasuh yang telah berubah menolak tawaran itu dengan tegas, meskipun itu adalah perintah penting sekaligus hal yang diidam-idamkan oleh Nasuh sebelum berubah sejak lama. Ia takut menempatkan dirinya di jalan godaan lagi dan Tuhan tidak akan memberinya kesempatan lain menyebutkan bahwa setelah Nasuh pingsan, Nasuh berubah menjadi seorang perempuan asli yang bernama Nasuhah. Oleh sebab itu, manusia dianjurkan untuk bertobat dengan taubatan nasuhah. Artinya bertobatlah dengan tobat yang seperti tobatnya Nasuh/Nasuhah, yakni tobat yang sungguh-sungguh dan tidak akan mengulanginya lagi, meskipun ada kesempatan untuk A’lamu Bis Showab
Tujuan penciptaan manusia dan hakikat penciptaan manusia dalam islam semata-mata adalah untuk mengikuti apa yang telah Allah perintahkan, termasuk menjalankan misi khalifah fil Ard. Inilah yang menjadi tujuan hidup menurut islam juga sebagai konsep manusia dalam islam yang harus diperjuangkan oleh manusia. Dalam pelaksanaannya tentu tidak akan bisa sempurna dan terus menerus sesuai dengan apa yang diharapkan. Tentu ada kesalahan dan manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan oleh makhluk-makhluk lainnya. Manusia yang diciptakan dengan sempurna tidak berarti ia tidak bisa melakukan kesalahan dan terbebas dari hukum pahala dan dosa yang Allah tetapkan. Perilaku yang keliru, keji, jahat adalah perilaku yang sangat sering dilakukan oleh kekeliruan manusia tersebut terjadi bisa karena berbagai macam hal. Misalnya saja karena lebih menggunakan hawa nafsunya, tidak mengerti ilmu pengetahuan yang seharusnya digunakan, kebodohan, atau hal-hal lainnya. Kekeliruan tersebut adalah hal manusiawi yang sangat mungkin terjadi oleh siapa saja, kapan saja, dan dimanapun kita sejak zaman Nabi Adam, kekeliruan perilaku sudah terjadi yang menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi berbuat dosa dan salah. Sebagaimana ia melanggar aturan untuk tidak memakan buah khuldi, sedangkan hal tersebut dilanggarnya bersama hawa. Kedosaan pula terjadi pada anak-anaknya ketika berkonflik soal wanita dan akhirnya membunuh karena ingin mendapatkan apa yang tengah berbagai kekeliruan, kesalahan, kedosaan tersebut Allah tidak senantiasa membiarkan hamba-Nya terjebak pada kenistaan tersebut. Sifat Allah Yang Maha Pengampun, Penerima Taubat, dan juga Memberikan Rahman dan Rahim –Nya tentu akan diberikannya kepada manusia yang juga memiliki misi hidup di dunia Allah sangat luar biasa, dibalik potensi manusia berbuat dosa namun ada banyak peluang untuk berbuat pahala, sedangkan ampunan dan hidayah Allah sangat terbentang bagi manusia sepanjang manusia hidup di dunia. Persoalannya adalah, apakah manusia mau meminta ampunan dan bersungguh-sungguh untuk bertaubat di hadapan Allah SWT.“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dosa-dosamu yang kecil dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia surga.” QS. An-Nisa 31.Allah meminta manusia untuk senantiasa meminta ampunan-Nya serta mengiringinya dengan taubatan Nasuha. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dimaksud dan seluk beluk mengenai taubatan Taubatan NasuhaSecara pengertian Taubatan Nasuha adalah proses taubat yang dilakukan secara bersungguh-sungguh, dengan kebulatan tekad, niat, dan menyempurnakannya dengan usaha untuk memperbaiki diri. Jika taubat dilakukan tanpa usaha dan perbaikan diri, maka taubat yang dilakukan bukanlah taubatan nasuha. Ia hanya sekedar untuk meminta ampunan tapi usaha untuk menjauhi perbuatan dosanya tetap Nasuha, bukanlah hasil yang diraih dengan waktu singkat. Taubatan nasuha adalah proses, sehingga tidak ada hasil yang instan jika ingin melakukan taubatan nasuha. Proses memiliki tahapan-tahapan dan juga keistiqomahan untuk bisa melakukan taubatan nasuha maka terdapat langkah-langkah yang harus manusia lakukan sebagai usaha membuktikan diri kepada Allah bahwa kita memang benar-benar ingin bertaubat dan menjauhi segala perbuatan keji dan munkar usaha dan berbagai tahapan belum dilakukan, maka tidak bisa digolongkan sebagai taubatan nasuha. Apalagi jika setelah bertaubat tidak jauh setelahnya kembali lagi melakukan kemaksiatan atau melakukan kembali kesalahan yang sama. Sesungguhnya, tidaklah dalam taubat yang Untuk Taubatan NasuhaUntuk bisa melakukan taubatan nasuha maka ada proses atau tahapan yang harus dilakukan. Hal ini agar taubat yang dilakukan bukanlah taubat yang biasa saja, tanpa ada proses yang mendalam untuk bisa memperbaiki kesahalan diri. Sekali lagi taubatan nasuha bukan hanya sekedar hasil, melainkan proses untuk bisa membenahi diri. Ia membutuhkan kesabaran, keteguhan hati, serta tekad yang kaut untuk meninggalkan kesalahan yang sama. Berikut adalah tahapan yang perlu diperhatikan Muhasabah atau Evaluasi Diri Tahapan awal untuk bisa melakukan taubatan nasuha adalah evaluasi diri. Evaluasi diri berarti melakukan proses perenungan dan penghayatan dirinya, terhadap apa yang salah dan perilaku yang bernilai dosa dihadapan Allah. Tanpa melakukan proses perenungan dan pengahyatan akan kesalahan diri, maka manusia nantinya tidak akan menemukan apa saja kekeliruan dia selama ini. Untuk itu dibutuhkan proses evaluasi diri yang baik dan evaluasi tersebut adalah karena hasil yang benar-benar berasal dari keinsyafan diri, bukan hanya karena kritik atau evaluasi dari orang lain. Sering kali kita menerima evaluasi diri karena orang lain yang telah memberikannya, sedangkan secara kesadaran atau keinsyafan diri, manusia tidak benar-benar diri bukan hanya mengevaluasi atas yang kita sadari salah saja, melainkan mencari-cari apa kesalahan-kesalahan dan dosa yang kita perbuat selama ini agar tidak terjerumus ke dalam jurang yang sama atau melakukannya kembali tanpa sadar. Untuk itu, proses evaluasi diri adalah mengecek apa saja yang kita lakukan bisa berpotensi keliru dan Evaluasi harus dilakukan secara penghayatan mendalam akan diri serta dilakukan secara intens, agar bisa mendetail menyadari kesalahan dan dosa apa yang telah kita perbuat selama dan Menerima Kesalahan DiriSetelah melakukan evaluasi diri yang mendalam, maka langkah selanjutnya adalah kita mengakui dan menerima kesalahan. Mengakui atau menerima kesalahan adalah awal langkah untuk meminta ampunan dan proses taubatan nasuha kepada Allah kesalahan artinya adalah kita mengakui atas hasil muhasabah dan penghayatan diri kita atau apa yang disampaikan orang lain kepada kita, atas perbuatan yang buruk atau bernilai dosa. Tanpa mengakui kesalahan, manusia dalam memohon ampun tidak akan benar-benar melakukannya dengan ikhlas, serendah-rendahnya atau dengan posisi yang benar-benar berserah diri kepada Allah SWT. Untuk itu, pengakuan kesalahan adalah langkah awal untuk melakukan taubatan hal ini tidak dilakukan maka manusia akan terjebak pada kesombongan diri dan keangkuhan untuk tidak mau mengakui kesalahan-kesalahannya. Padahal, awal untuk bisa melakukan perubahan diri adalah mengakui atau menerima terlebih dahulu kesalahan dirinya. Sifat sombong dalam islam sendiri adalah sikap yang dibenci Allah karena dengan kesombongan manusia tidak bisa melihat kenyataan secara jernih dan Perbaikan DiriMelakukan perbaikan diri adalah hal yang wajib dilakukan manusia ketika sudah menyadari kesalahan atau kekeliruan dalam dirinya serta menyadari dampak akan perilaku-perilakunya. Hal inilah yang membuktikan apakah ia bertaubat dengan sungguh-sungguh atau tidak. Orang yang taubatan nasuha akan melakukan perbaikan, menjauhi kedosaan, dan bersungguh-sungguh untuk terus menjaga perbuatan hanya mengakui kesalahan dan tidak memperbaiki keadaan, sejatinya manusia dalam posisi yang tidak bersungguh-sungguh bertaubat. Allah menilai bukan hanya dari niat dan ungkapan permohonan taubat kita, namun Allah melihat amalan dan konsistensi perbuatan kita. Maka, kunci dari taubatan nasuha adalah amalan yang diperbaiki dan dilakukan secara konsisten. Bukan hanya perilaku sementara kemudian lupa untuk memperbaiki diri, dan akhirnya kembali lagi kepada kesalahan dan kekeliruan yang Ampunan AllahSejatinya manusia adalah makhluk yang harus tunduk taat pada aturan Allah. Allah lah tempat bergantung hidup manusia. Kapan dan dimana saja, manusia akan selalu membutuhkan Allah, bahkan hingga mendapatkan berbagai kenikmatan, ujian kesulitan, dan lainnya, manusia membutuhkan Allah bukan Allah yang membutuhkan sudah melakukan evaluasi dan perbaikan, manusia tidak bisa sombong mengatakan bahwa taubat nya telah diterima. Hal ini karena Allah tidak pernah menyampaikan atau mengabarkannya kepada kita. Allah akan memberikan informasinya dan meminta pertanggungjawaban kelak saat hari penghisaban nanti. Untuk itu, manusia tetap harus meminta ampunan Allah setiap saat dan di waktu-waktu berdoa atau shalat tidak pernah bisa mengetahui secara sempurna kapan ia telah melakukan dosa dan pahala, karena perhitungan tersebut hnayalah Allah yang bisa menilainya. Untuk itu, dibutuhkan permohonan ampunan kepada Allah setiap waktu, karena kita tidak bisa terus menerus menyadari kesalahan apa yang telah kita Maha Pengampun, maka kapanpun kita meminta ampunan, Allah selalu membukanya dengan luas. Pertanyaannya hanya, apakah manusia mau menjemput dan memohonkan ampunan tersebut kepada Allah SWT. Jika tidak, maka Allah pun tidak akan memberikannya, karena hati yang tertutup oleh kesombongan dan keangkuhan Bertaubat dengan Taubatan NasuhaBertaubat dengan taubatan nasuha tentunya tidak asal-asalan dan Allah akan mengampuni jika manusia mengikuti kondisi-kondisi yang Allah syaratkan. Berikut adalah hal-hal yang harus umat islam perhatikan sebagai cara taubat nasuha Hanya Orang Beriman yang Dapat Diampuni Allah “Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS Al-A’raf 153Allah akan memberikan ampunan dan menerima taubat orang-orang yang telah berbuat kesalahan dengan menghapuskannya dengan syarat dalam proses pertaubatannya adalah orang-orang yang datang meminta ampun dalam keadaan beriman. Mereka bukan hanya pura-pura beriman melainkan dalam kondisi yang benar-benar beriman kepada Allah SWT. Sedangkan orang-orang yang tidak beriman, tentu belum tentu diterima pertaubatannya karena belum jelas keimanannya disampaikan pada salah satu manfaat beriman kepada Allah, maka umat yang beriman akan senantiasa diampuni kesalahan-kesalahan kecilnya oleh Allah SWT. Sedangkan mereka yang syirik atau kafir terhadap Allah, maka siksa Allah amatlah adalah kondisi dimana manusia benar-benar yakin dan tunduk pada Allah SWT, serta mengimana Zat Allah atau Hukum Allah seluruhnya tanpa kecuali. Termasuk meyakini rukun iman dan rukun islam seluruhnya, serta mengamaliahkannya dalam yang tidak diterima taubatnya adalah orang-orang yang tidak meyakini dan tunduk kepada Allah SWt. Orang-orang tersebut berarti tergolong kepada orang-orang yang syirik dan tidak mau menggantungkan hidupnya kepada atas Kekhilafan Diri Orang yang bertaubatan nasuha tidak akan mengulangi lagi kesalahannya bahkan ia akan menjauhi segala perbuatannya yang keliru dan membawakan dampak yang buruk. Taubatan nasuha adalah taubat yang bersungguh-sungguh dan melakukan kesalahan bukan karena disengaja melainkan karena khilaf atau ketidak tahuan. Hal itu dikarenakan orang beriman tidak akan melaksanakan hal-hal yang dilarang Allah secara sengaja. Ia akan diterima oleh Allah taubatnya asalkan tidak akan dilakukan yang bertaubat akan menyadari adanya kegelisahan hati karena tidak bisa berbuat yang benar. Untuk itu kedosaan adalah penyebab hati gelisah menurut islam bagi orang-orang yang beriman. “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” QS An-Nisa 17Bertaubat Sebelum Ajal Orang yang bertaubat sebelum ajal datang tidak akan bisa diterima oleh Allah karena sudah habis masa berlaku hidupnya sedangkan ia baru menyadari semuanya ketika ajal mejemput maka tidak akan ada waktu lagi pembuktian diri akan kesungguhan taubatnya. . “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” Dan tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” QS An-Nisa 18 Hal-Hal yang Mendukung Proses Taubatan NasuhaTaubatan Nasuha adalah proses, maka untuk melakukannya butuh hal-hal yang mendukung agar proses tersebut bisa konsisten dilakukan sepanjang hayat kita. Jika tidak mendukung, maka tentu proses taubatan nasuha akan sulit dilakukan secara istiqomah. Kita pun mengetahui bahwa manusia bisa saja salah dan terjebak kembali pada kekeliruan yang sama atau bisa jadi berbeda sama yang Sehat dan Islami Lingkungan yang sehat dan islami adalah dimana kita dikelilingi oleh orang-orang yang shaleh dan shalehah dan terdapat ukhuwah islamiyah. Pengertian Ukhuwah Islamiyah Insaniyah dan Wathaniyah adalah ikatan persaudaraan sesama muslim yang kuat dan disertai kecintaan terhadap Allah SWT. Bukan hanya sekedar untuk bersama-sama dan tidak ada orientasi pada agama dan dalamnya terdapat amar ma’ruf nahi munkar yaitu saling mengingatkan kebaikan dan saling menasihati dalam kebaikan pula. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang senantiasa mengingatkan teman-teman atau orang sekiatarnya agar terhindar dari berada di lingkungan yang sehat dan mendukung maka kita seperti dijaga dan dikondisikan dengan situasi yang sehat. Tidak selalu berarti lingkungan yang sehat tidak ada sama sekali orang-orang yang lepas dari dosa dan lepas dari kesahalan. Namun, dengan amar ma’ruf nahi munkar maka hal tersebut bisa seperti inilah yang dibutuhkan saat ini, di zaman moderen yang serba liberal, nilai-nilai hedonisme dan matrealisme yang semakin marak. Tentu perlu benteng yang kuat di tengah zaman yang seperti ciri-ciri akhir zaman ini.“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. QS Al-Ashr 1-3Amalan Ibadah LainnyaMemperbanyak amalan ibadah salah satunya adalah menguatkan keimanan, menguatkan langkah dan proses kita untuk bertaubat. Disadari bahwa tidak selalu setiap saat kita akan bertemu dengan lingkungan yang sehat dan islami, untuk itu diperlukan kekuatan dari dalam diri untuk senantiasa mengingat Allah dan melakukan amalan ibadah lainnya sebagai Alarm diri ibadah ini dilakukan dengan keikhlasan, sedangkan ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT adalah selalu ingin menampakkan amalan ibadahnya di hadapan orang lain juga hanya berharap pujian dari agama islam salah satunya adalah cara agar kita bisa kuat menghadapi musibah dalam islam dan salah satu cara agar hati tenang dalam islam. Hal ini karena agama adalah tiang dari kehidupan, menuntun manusia untuk senantiasa berada di jalan kebaikan dan mengharapkan hanya balasan pahala dari Allah SWT.“yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” QS Ar-Rad 28
JAKARTA - Di kalangan para sufi, nama Ibrahim bin Adham tidaklah asing. Pemilik nama lengkap Ibrahim bin Adham bin Manshur al 'Ijli ini dikenal dengan kedalaman intuisi dan ilmu hikmah yang ia miliki. Kelebihan ini menempatkannya sebagai sosok yang disegani dan dan tumbuh dari keluarga bangsawan tak membuat sosok kelahiran Balkh ini dibutakan oleh harta. Justru, gemerlap dunia membuat hatinya kian dekat dengan Allah SWT. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan dunia dan berolah spiritual, lalu berbagi hikmah kepada sesama. Sebuah kisah menarik dinukilkan oleh Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam at-Tawwabin. Kisah tersebut menceritakan pertemuan tokoh yang lahir pada 100 H/718 M tersebut dengan seorang pendosa yang bernama Jahdar bin Rabiah. Seperti biasanya, Ibrahim bin Adham kerap didatangi oleh beragam orang dengan berbagai latar ketika itu, Jahdar dalam kondisi keterpurukan spiritual Jahdar pun memutuskan meminta petuah bijak kepada tokoh yang juga akrab disapa dengan panggilan Abu Ishaq al-Balkhi itu. Jahdar pun berkisah ihwal kondisinya. Ia berujar ingin berhenti dari segala maksiat yang ia lakukan selama ini. “Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya,” pintanya kepada Abu Ishaq. Tak langsung mengiyakan, Ibrahim merenung sejenak. Ia meminta petunjuk Allah. Ia pun lantas mengabulkan permohonan Jahdar. Akan tetapi, solusi-solusi yang akan ia berikan penuh syarat, Jahdar tidak boleh menolak. Jahdar pun akhirnya menerima dengan senang hati. “Apa saja syarat-syarat itu?” katanya. Abu Ishaq mulai memaparkan, syarat yang pertama ialah jika hendak bermaksiat, janganlah sesekali memakan rezeki-Nya. Bagi Jahdar, syarat ini mustahil. Bagaimana mungkin bisa terpenuhi, sementara segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah anugerah-Nya.” Lalu, aku makan dari mana?” kilah Jahdar.“Tentu saja,” kata Ibrahim. “Jika tetap berbuat maksiat, pantaskah seseorang memakan rezeki-Nya?” Jahdar pun menyerah. “Syarat itu sangat masuk akal dan mengena di hatinya.” “Baiklah, apa syarat berikutnya?” katanya. Ibrahim mengungkapkan syarat yang kedua, yaitu jika bermaksiat maka jangan tinggal di bumi Allah. Syarat kedua ini membuat Jahdar terperangah. “Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu, aku harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?”“Jika demikian,” kata Ibrahim, “pikirkan matang-matang. Apakah pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara pada saat yang sama berani bermaksiat?” Untuk kali kedua, Jahdar menyerah dan membenarkan Abu Ishaq. “Lalu apa syarat ketiga?” ujarnya.“Syarat yang ketiga,” ungkap Ibrahim, “jika masih saja bermaksiat dan ingin memakan rezeki dan tinggal di bumi-Nya, carilah tempat tersembunyi yang tak tampak dari pengawasan-Nya.” “Wahai Abu Ishaq, nasihat macam apakah semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?” ketus Jahdar terkesima.“Tepat,” ujar Ibrahim. “Jika yakin Allah selalu mengawasi dan tetap saja memakan rezeki dan tinggal di bumi-Nya, tentu tidaklah pantas bermaksiat kepada-Nya. Pantaskah Anda melakukan semua itu?” tanya Ibrahim kepada Jahdar. Tak elak, syarat-syarat itu membuat Jahdar terpaku, terdiam seribu bahasa, dan menjadi pukulan telak baginya. Ia pun meminta syarat berikutnya. Ibrahim bertutur, “Jika malaikat kematian menjemputmu, mintalah kepadanya untuk menangguhkan sampai Anda berbuat dan beramal saleh.” Jahdar semakin tak berkutik. Ia termenung. Jawaban-jawaban tokoh yang wafat pada 782 M/165 H itu semakin logis dan rasional. “Mustahil semua itu aku lakukan,” seloroh Jahdar sembari meminta syarat terakhir. Ibrahim menjawab, “Bila Malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka pada hari kiamat, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!” Secara spontan, air mata Jahdar terurai. Ia menyesal dan memohon agar tidak mencukupkan nasihatnya itu. Ia pun berjanji tidak akan bermaksiat lagi mulai detik itu hingga seterusnya. “Sejak saat ini, aku bertobat nasuha kepada Allah,” tuturnya. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
Ilustrasi Salat Foto pixabayDalam hidup, pasti setiap orang pernah merasa menyesal atas suatu perbuatan buruk. Bertaubat merupakan kunci bagi orang-orang yang sadar atas perbuatan tercela dan berniat untuk berubah menjadi lebih baik. Ada beberapa tingkatan taubat yang diajarkan dalam Islam. Pertama, taubat secara lisan dengan mengucap kalimat istighfar saat merasa menyesali suatu perbuatan. Kedua, yakni taubat dari hati, kemudian ada taubat diiringi dengan amal sholeh, dan yang terakhir adalah taubat nasuha yang merupakan taubat sesungguhnya dan semurni-murninya, dilakukan saat seseorang telah membuat suatu kesalahan yang sangat besar dan berniat untuk berubah tidak akan mengulangi sebuah alkisah dalam kitab Al-Matsnawi karya Jalaludin Rumi mengenai tobatnya seorang pemuda bernama kala itu Nasuh bekerja sebagai pelayan di pemandian perempuan. Saat bekerja, ia menyamar dengan berpakaian perempuan agar identitasnya tidak terbongkar. Namun, selalu saat bekerja ia memiliki kebiasaan buruk yang hina yang ia lakukan terhadap para perempuan yang datang ke hari, mata hati Nasuh terbuka. Ia tersadar akan betapa hina perbuatannya itu. Kemudian Nasuh memutuskan untuk meminta pertolongan oleh seorang yang suci dan berharap ampunan dari Allah harinya Nasuh bekerja seperti biasa. Ia sudah tidak lagi melakukan kebiasaan buruknya itu. Namun di hari itu, terdengar kabar bahwa salah satu pengunjung pemandian kehilangan permatanya. Mendengar kabar tersebut, Raja memerintahkan petugas untuk melarang semua pengunjung dan pekerja yang berada di tempat kejadian keluar dari area pemandian dan memerintahkan untuk menggeledah semua pengunjung dan pekerja. Mendengar perintah itu, Nasuh ketakutan karena jika penyamarannya terbongkar, maka hukuman mati akan dijatuhkan padanya. Dalam ketakutan Nasuh berdoa kepada Allah SWT agar diberikan keselamatan hingga terjatuh pingsan dan tak sadarkan diri karena rasa takut yang amat luar Nasuh mulai sadar dan bangun, permata sudah ditemukan sebelum giliran Nasuh diperiksa. Nasuh selamat dari ancaman hukuman mati dan sejak dari itu, Nasuh bertaubat dengan sungguh-sungguh tidak akan kembali pada perbuatan kisah Nasuh, mengajarkan kita untuk bertaubat dengan sungguh-sungguh dan bertekad tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, meskipun ada kesempatan untuk mengulanginya. Tata Cara Pelaksaan Salat TaubatDikutip dari situs Nahdlatul Ulama, Syekh Nawawi Banten menyampaikan dalam kitabnya Nihâyatuz Zain Bandung Syirkah Al-Ma’arif, tt, hal. 106, bahwa bila taubat yang dilakukan seseorang itu benar maka secara pasti ia akan melebur dosa yang telah dilakukan meskipun itu dosa besar seperti kufur dan lainnya. Salah satu cara untuk memulai langkah bertaubat adalah dengan melakukan salat sunnah dua rakaat yang disebut salat salat taubat tidak berbeda dengan pelaksanaan salat pada umumnya. Adapun niat salat taubat adalah أُصَلِّي سُنَّةَ التَّوْبَةِ “Ushallî sunnatat taubati saya berniat shalat sunnah taubat.” Setelah selesai salat dua rakaat kemudian dilanjutkan bertaubat dengan membaca istighfar yang disertai dengan penyesalan, tekad kuat untuk menjauhkan diri dari perilaku dosa dan tidak akan mengulanginya lagi. Namun demikian Syekh Nawawi juga menganggap sah salat taubat yang dilakukan setelah orang yang bersangkutan bertaubat, bukan sebelumnya.
kisah orang taubat nasuha